PERGINYA-KSATRIA-GAGAHKU

*13 tahun in memoriam

Papa. Begitu uda panggil ksatria uda itu. Memang tak ada korelasinya panggilan ekslusif kelas atas ini dengan tingkat perekonomian kami. Semua serba pas-pasan saat itu. Rumah masih kontrakan sederhana. Bahkan demi mencari kontrakan bertarif lebih murah, sudah berkali-kali kami berpindah. Tak ada kesan serba mewah yang bisa dicicipi oleh lelaki paruh baya berpenghasilan betul-betul cuma cukup. Ditambah tanggungan anak empat orang.

Namun ksatria uda itu punya logika terbalik. Kesusahan tak boleh membuat kita menyerah kalah. Untuk akhirnya patuh tunduk pada segenap rasa prihatin berlebihan. Termasuk panggilan-panggilan yang kita ciptakan. Maka ksatria uda itu enggan menyebut dirinya dengan “Bapak” atau “Ayah” yang lebih serasi dengan kasta kami. Ksatria itu tersenyum gagah pada uda yang masih sesosok bayi. Ia bergumam optimis, “Papa…Papa”, lalu ia menunjuk-nunjuk ke permaisurinya yang menimang sambil sesekali mengecupi pipi gembul uda “Itu Mama. Mama…Mama”.

Ksatria itu sudah gagah semenjak lahirnya. Itu serupa takdir. Gagah yang bukan semata wajah. Sewaktu masih duduk manis di Sekolah Dasar, ibu tercintanya pamit. Pergi selamanya dan meninggalkan pesan tersirat agar sang ksatria tak cengeng. Supaya ia menyempurnakan kegagahannya. Dan ia patuhi itu dengan penuh. Ia pikul sendiri bebannya. Membiayai sekolahnya sendiri, bahkan ikut pula menanggung urusan adik beradiknya. Maka bukan cuma di mata uda. Di mata saudara, karib kerabat rekan, apalagi Mama, ksatria ini benar-benar kelihatan terang gagahnya.

Acap tersenyum uda kala mendengar kisah cinta ksatria uda dan permaisurinya. Tersipu. Begitulah ekspresi Mama saat menyadari ksatria tampan yang sedang mengokohkan atap itu juga meliriknya amat samar. Mama kemudian berlalu menggamit erat asmara yang tiba-tiba saja menyelinap ke dalam hatinya. Jadilah ia semakin sering melalui jalan yang dahulu jarang ia lalui itu. Berpura-pura membawa air, makanan dan apa saja yang nampak wajar. Pernah suatu kali ia kecewa karena ksatria yang dirindu tak sukses ia temui. Mama pulang dibalut galau. Dahaga rindunya sudah teramat sangat. Namun, di rumah ia takjub dan tepesona. Di tangan ibunya telah ada sepotong kayu. Seukuran papan nama. Terpampang ukiran nama Mama diatasnya. Dipahat indah penuh cinta. “Dari ksatria gagah..” nenek menggoda.

Ksatria itu tak banyak omong. Amat berwibawa di mata kami. Bukan berarti ia tak pernah tergelak. Uda nyaman tapi juga tak bisa serampangan di hadapannya. Pernah ksatria uda marah. Satu sebatan ikat pinggang cukup membuat kami diam dan insyaf. Kontras sekali dengan permaisurinya. Beribu kali keplokan sendal jepit, cuma kami anggap ritual biasa. Dan dalam tempo tak terlalu lama kenakalan kami bersambung kembali.

Satu kali, uda pulang dengan predikat jawara kelima di kelas. Tak ada sama sekali terlihat tatapan bangga darinya. Ksatria uda tak memberi tempat bagi selain juara pertama. Ia begitu ingin uda mengikut jejak sakti catatan akademiknya.

Uda begitu merindukan ksatria gagah itu. Kulit legamnya yang dibakar mentari karena hampir setiap hari ia bertarung di atap kala terik. Wajah tirus yang menonjolkan semua tulang pipinya. Kumis lebat dan jenggot tipisnya. Rambut hitam kemerahannya yang berombak menggelombang. Sisa-sisa kegagahannya tak jua berhasil dihapus kerasnya hidup.  Terlalu banyak alasan untuk mendambanya. Tapi tak butuh satu alasanpun bagi rindu uda untuk menuju puncaknya.

Setiap pulang sekolah, bahkan di jeda istirahat, masih dengan seragam putih merah, uda selalu sempatkan melongo ke jalan. Berharap ksatria yang tengah di rawat di negeri seberang pulang bersama rombongan. Sampai datang kabar yang membuat uda sontak hampa. Tiba-tiba kosong. Tak percaya. Dan berujung pada lengking raungan menyayat. Uda dekap adik lelaki uda yang masih melongo, bingung melihat abangnya menangis sejadi-jadinya. Uda kecup-kecup keningnya. Uda tulari dia dengan rasa iba.

Ksatria yang sudah satu tahun tak uda saksikan kegagahannya, sekarang telah pergi bersama kuda putih anggunnya. Kuda seputih awan itu membawa ksatria menuju persemayaman. Langit mendung seketika beranjak cerah. Waktu seakan menahan hujan beberapa jenak sampai ksatria dikebumikan. Setelahnya sontak lelangit bersimbah tangis. Muram gulita. Murung nestapa.

Ksatria itu telah pergi dan meninggalkan pesan tersurat, lewat lisannya, yang tak sempat uda dengar langsung. Sebuah amanat ditujukan untuk uda, “Bujang…. Bujang, mana? Tolong sampaikan…. Jaga baik-baik…. Mama dan adik-adik…..”. Cuma itu pesannya. Sebuah harap agar uda menggantikannya menjadi ksatria berikutnya. Uda tatap kuda seputih awan tunggangannya. Bulir airmata yang dari tadi beruraian uda hapus sekali usap. Benar! Bukan ksatria namanya jika rela berlama-lama menangis.

*Mengenang 10 Mei 1960, hari lahir ksatria gagah uda. Dan 25 Desember 1998 dimana berpulangnya sang ksatria.

Do’a anakmu ini, Papa kan kembali gagah di jannah.

74 thoughts on “PERGINYA-KSATRIA-GAGAHKU

  1. harestyafamily

    Subhanalloh…gerimis membacanya…semoga Alloh meringankan beban dan mengampuni dosanya…

    Btw meninggalnya karena apa? sakit? ato perjalanan?

    Salam,
    Keluarga Harestya

    Reply
  2. Mabruri Sirampog

    innalillahi wa inna ilaihi roji’un…
    saya merasakan kesedihan saat kehilangan anggota keluarga kita… tapi tetep percaya ini yang terbaik dariNya…

    semoga beliau mendpatkan tempat yang mulia di sisiNya.. teriring Al Fatihah dari saya….
    salaam

    Reply
    1. reedai313 Post author

      yup, mas mabruri..
      aamiiiin do’anya..
      tak ada yang perlu disedihkan..
      karena semua sudah dicatat rapih dalam
      lauhul mahfudz-Nya..
      🙂
      we just wait our time with big act…

      Reply
  3. permaisuri Uda

    walah2, bikin air mata bercucuran, Da…
    sayang sekali ga sempat mengenal beliau
    😥

    Reply
    1. reedai313 Post author

      Alhamdulillah, ini memang cerita spesial untuk para ayah..
      termasuk uda…
      :D..
      aamiiiiin do’anya mbak sya..
      dan makasih atas terjalinnya kembali persahabatan…

      Reply
    1. reedai313 Post author

      benar sekali, sahabat gie…

      semoga nanti juga bisa jadi ksatria yang dibanggakan..
      😀

      terimak kasih sudah berkunjung
      salam sahabat, uda riki

      Reply
  4. gerhanacoklat

    salam kenal uda
    saya menangis membaca postingan ini
    meski telah begitu lama ditinggal alm ayah kita tentu kenangan tentang dia tak akan pernah hilang
    sepanjang waktu

    Reply
    1. reedai313 Post author

      salam kenal mbak gerhana coklat..
      hehe namanya unik..
      benar..
      kenangan itu akan kita bawa mati..
      dengan tersenyum bangga..
      ouw, ksatriaku..

      Reply
  5. iam

    innalillahi wa inna ilaihi roji’un
    Huhuhu rasa2nya saya gak kuat bacanya, tapi tetep dipaksakan saja :’)

    Reply
  6. Nchie

    hai uda kunjungan balik..
    salam kenal yah..

    haduh pertama kali berkunjung..
    air mataku tak terbendung membaca ini..
    hiks..hiks..jadi teringat kedua papaku juga yang lagi di surga amin..
    sangat berat memang di tinggalkan oleh orang yang kita sayangi ya Uda,tapi tetep harus smangat mana ada ksatria menangis ahh..semangat..!!

    Reply
  7. isnuansa

    Dari cerita ini, saya belajar ternyata memang banyak cara mengajar anak.
    Ksatria Uda tak begitu lama ya di dunia, pastilah uda masih remaja saat itu.

    Reply
    1. reedai313 Post author

      wah, selamat datang lagi mbak pendar bintang…
      lama juga tak saling berkunjung…
      mudah2an kita semakin menghargai ksatria…

      Reply
  8. reedai313 Post author

    salam kenal sobat helgaindra..
    mudah2an kita selalu diberi ketabahan
    untuk menghadapai semua ujian..

    ^^
    salam hangat sahabat dari udariki..

    Reply
  9. paibiopai

    whaa,, yang tegar mba.. hasil didikan seorang ksatria insyAllah pasti jadi calon ksatria juga..

    Reply
  10. Pendar Bintang

    Salam semangat untuk putra seorang Ksatria (yang saya yakin adalah seorang Ksatria juga bagi anak-anaknya) just remind me to my beloved queen mother and king father 😀

    He He He

    Saya selalu terharu jika mendengar kisah tentang orang tua 🙂

    Reply
  11. SITI FATIMAH AHMAD

    Assalaamu’alaikum wr.wb, Uda…

    Kisah ksatria gagah yang tentunya membawa banyak kenangan indah telah mengundang gerimis di mata saya. Sayu sekali mengingatkan orangb tersayang, paling dekat dan tempat bermanja sudah tiada di sisi. seperti baru smealam hal itu berlaku. Rupanya telah lama berlalu kerana kedekatan membuat kita tidak pernah rasa hilang.

    Salam mesra selalu dari Sarikei, Sarawak.

    Reply
    1. reedai313 Post author

      wa’alaykumussalam.wrwb.
      iya, bunda fathimah…
      rasanya baru kemarin kepala uda dibelai ksatria..
      oiya, makasih kunjungan baliknya

      salam hangat dari jakarta, bunda…

      Reply
    1. Uda Riki

      benar sekali..
      semoga kita termasuk ksatria2
      yang akan gugur dengan gagah..
      khusnul khotimah..

      amiiin..
      salam hangat sahabat mas kamal..
      uda riki

      Reply
  12. putri fajar

    kepiluan masa kecil ksatria uda mirip dengan masa kecil ayah saya tercinta, namun ayah saya bukan ditinggal ibu melainkan ayahnya (alm. kakek saya).
    selalu pedih mendengar dan bahkan membaca setiap tulisan tentang orang tua 😥 . namun seketika itu juga berkobar semangat untuk berjuang lebih keras mewujudkan mimpi mereka yang tertunda.

    mohon do’anya uda supaya saya bisa menjadi anak sholihah, membahagiakan dan membanggakan ibu dan ayah

    Reply
  13. saptriyawati

    “Kesusahan tak boleh membuat kita menyerah kalah” v sukak dengan kalimat ini. evi juga punya seorang kesatria hebat “ayah ” yg tidak pernah menyerah untuk membahagiakan anak-anaknya, berjuang dng gagah agar anak-anaknya bisa sekolah setingi-tinginya, walaupun dia harus sakit . tak peduli. Love ayah

    Reply
  14. Alris

    Pastilah setiap anak punya penggambaran heroik atas bapaknya. Posting yang hebat.
    Salam kenal, samo-samo uda ma, 🙂

    Reply
  15. pujohari

    Rasa bangga terhadap orang tua, rasa sesal pernah bandel terhadap orang tua, semakin menjadi-jadi kini ketika sudah mulai benar-benar gantian menjadi orang tua bagi cucunya…emang layak untuk dikenang…

    yang ini juga layak dikenang..
    Alhamdulillah, akhirnya terbit juga. “_*Ketika Politisi Muslim Bicara Kematian*_” di http://maknasahabat.wordpress.com

    Reply
  16. syahru Al Banjari

    sedang asyik brwsing2.. eh sempat terdampar ke tempat sejuk nan indah ini…
    luar biasa postingannya mas.. ^^

    Reply
  17. ahmad

    innalillahi, jadi ingat papa ni,,
    cukup membuat pelajaran buat yg bapaknya masih ada

    .:Rabbi fighrli wa li waalidayya:.

    Reply

Leave a comment