Category Archives: deary BIDADARI

Menapak Satu Tahun

Pemeran utama: Hanifa Ayyasy Reeda
Waktu                  : 21 November 2011

Hari ini setahun bulat sudah usia Hanifa, cahaya mata permaisuri dan uda. Ia sudah memutari satu lingkaran penuh keceriaanya. Dan semoga akan terus begitu, ceria dan bahagia melingkupi keseluruhan hidupnya.  Lagi-lagi tak ada jamuan kue manis dan ritual tiup lilin. Cuma satu kecupan pelan uda di keningnya sepulang kerja. Meski lelap, ucapan lewat kecupan itu tampaknya sampai ke hatinya. Yang kemudian membuatnya menggeliat sebentar lalu membingkis senyum meski teramat tipis dan singkat.

 Da-Da, Tepuk Tangan, dan Allo…

Setahun ini banyak yang sudah ditiru bahkan diinovasi oleh Hanifa. Yang takkan terlupa, ucapannya saat melepas  uda bekerja. Celetukannya ketika uda yang sudah siap menunggangi Scopy, “Da-da-da, Da-da…” tentu diiringi lambaian tangannya yang hampir persis gerakan tari holaho.

Saat senang dan disanjung, Hanifa akan bertepuk tangan. Dan berbunyi. Kadang juga sambil bersenandung, entah itu lagu apa. Tingkah terakhirnya, saat memainkan telepon genggam umminya. Saat diminta memperagakan atraksi menelpon maka Hanifa segera menempelkan hape ke telinganya. Dengan posisi tepat sebagaimana kita menelpon. Lalu ia mengeluarkan kata-kata lucu yang bercampur ragam, “Bete-bete, waya-baaa…bete-bete,belebetebe…” Dan tak lupa mimik yang dibuat seperti sedang berbicara dua arah. Kata permaisuri uda benar-benar persis sedang mengobrol via udara, “Biiii… Papaa?”  Kalau dilihat nenek mesti beliau tertawa lebar, Nak.

Mmmuuah, Suapan, dan “Keluar Yuk, Bi..”..

Ciuman dengan bunyi “mmmuuuaah” ini peruntukannya spesial saja buat umminya. Jangan harap uda mendapat kecupan serupa. Begitupun dengan perihal memangku.  Hanifa sangat kelihatan lebih nyaman bergelung dalam dekapan permaisuri dibanding berada dalam pelukan uda. Bahkan pernah baru akan uda raih untuk dipangku, Hanifa meronta mencari umminya.  Namun saat uda tinggalkan ia malah menangis. Hehe….satu lagi yang lucu, pernah suatu kali Hanifa digendong oleh Pakdhenya. Ia meronta namun tak menemukan satu orangpun untuk pelarian kecuali uda. Mau tak mau, akhirnya uda sukses memangkunya meski memang cuma jadi pelarian. Tak apa Nak, itu tanda Abi masih di hatimu. 😀

Saat berkunjung menjenguk adik sepupunya yang baru lahir, sambil menunggu ummi bercengkrama dengan budhe, Hanifa menyuil sehelai roti tawar. Tiba-tiba ia julurkan tangannya yang berisi potongan kecil roti tadi ke mulut uda. Uda kunyah pelan sambil berlagak menikmati lalu berujar manja, “Makasih Hanifa..” Pakdhenya yang menyaksikan kejadian itu kelihatan juga ingin menikmati layanan istimewa itu. Hehe, Hanifa dah bikin Pakdhe cemburu tuh…

Dan yang terakhir adalah aksi Hanifa yang paling memnyentuh bagi uda pribadi. Mendengar deru motor uda memasuki teras, Hanifa akan segera bangkit dari posisinya. Lalu memaksa umminya mengambilkan gendongan bayi. Kemudian sambil satu tangan memegang lengan bidadari, tangan lainnya menyodorkan gendongan itu ke uda sambil tersenyum penuh harap dengan mata memelas yang teramat manja,  “Keluar Yuk, Bi..” 

 *Ditulis saat teramat ingin melantunkan do’a “Rabbanaa hablanaa min azwaajinaa wa dzurriyyatina qurrota a’yun” [Ya Allah, hibahkan pada kami pendamping dan keturunan sebagai penyejuk mata]*

“KENALIN NON, AYE JAKARTE…”

Setahun lebih bercengkrama dengan Jakarta, permaisuri uda masih belum menemukan sesuatu yang istimewa selain macet dan harga barangnya yang melangit. Ia masih saja menganggap Jakarta tak jauh beda dengan kota lain termasuk kota kelahirannya, Purwodadi. Seliweran mitos bahwa Jakarta sarat kriminalitas, rentan dijejali aksi-aksi kejam bajingan sepertinya memang cuma tahayul saja. Semua masih sangat biasa sampai tragedi siang kemarin. Saat sang jakarta itu menghampiri permaisuri uda yang tengah mengayuh sepeda ontel merah mudanya. Ia singgah ditemani senyumnya yang lebih mirip seringai. “Kenalin, Aye yang Namenya Jakarte, Non” Amat cepat ia mengenalkan diri. Lalu kabur membawa serta tas jinjing permaisuri uda lengkap bersama isinya.

Puas bercengkrama dengan buah hati kami, permaisuri mengayuh kembali sepeda ontel pinknya menyusuri rute rutinnya menuju kantor. Terik siang kali ini lebih memanggang dari biasa. Permaisuri lalu mempercepat putaran sadel. Di gang kecil dekat kantor kembali laju sepedanya diperlambat demi menghindari buasnya polisi tidur. Lima puluh meter, kemudian berbelok ke kanan memasuki gang yang lebih sempit. Lengang sekali suasana di gang itu. Maklum, tengah hari begini penghuni rumah sedang tak di rumah,  mereka sibuk di tempat kerjanya masing-masing. Yang tinggal cuma pembantu dan anak-anak kecil. Mendengar derum sepeda motor dari belakang, permaisuri berhenti. Motor itu dihela pelan dan seperti hendak menyalip. Takut terserempet, permaisuri menepi ke pinggir jalan menanti motor itu melaju di depan.

Sangat tenang pengemudi motor itu memepet permaisuri lalu meraup tas jinjing yang berada di keranjang depan ontel. Permasuri terkejut bukan kepalang. Bagai melihat tahayul menjadi nyata. Pengemudi motor kurang ajar itu benar-benar persis setan-setan murahan bioskop yang muncul mengagetkan penonton dari kolong kasur. Permaisuri uda gemetar. Bahkan bibirnya tak mampu bergerak meneriakkan gelaran si maling. “Copeee….Couppp..” Suara itu lebih mirip penyanyi yang baru kelar konser tiga hari tiga malam non-stop. Mencontek iklan produk sebuah pabrik mobil, suara itu ‘nyaris tak terdengar’.  Sejurus kemudian permaisuri sibuk mengingat gelaran yang serasi untuk penjahat tak tahu diri barusan. Copetkah? Maling? Rampok? Begal? Kunyuk? Bajing? Oh, iya ‘teng-nong: Jambret’ dink. Saat sebutan yang tepat didapat, jambret itu sudah raib ditelan tikungan. Permaisuri mengucek-ngucek mata dan masih berharap semua ini mimpi belaka. Dicubit-cubitnya pipinya yang gembul. Sebagaimana biasa, tetap terasa sakit. Dikedip-kedipkannya mata sipitnya. Tak ada kasur, tak ada guling, ia masih di gang sempit ini. Masih gemetaran.

Menyadari hidup tetap harus berlanjut, meski masih lemas oleh rasa kaget, permaisuri paksakan mengayuh ontelnya dengan lunglai. Airmata rasanya sudah tak bisa ia tahan untuk mengalir. Bukan isi tas jinjing itu yang ia risaukan. Namun keterkejutan yang bagai melihat hantu ini yang amat menganggu. Apalagi saat ia sadar bahwa tadi pagi ia juga tak sempat mendirikan dhuha. Dengan lapang, perlahan diterimanya nasihat sayang dari Rabbnya ini. “Allahummaghfirliy…

Petang uda pulang dan menyaksikan permaisuri merenung diam di pojok kamar.  “Kenapa Dik, kok masih tampak murung?”. Permaisuri uda berbalik, mengepalkan tangan dan berujar garang “Kok  tadi gak kepikiran Ani tendang aja motornya, ya, Da…”.  Hehehe…

*pesen sponsor [dari permaisuri] : Dicelakai membuat kita sadar arti ‘selamat’, alhamdulillah

MEMBUJUK-PERMAISURI-NYORAT-NYORET

 

 

 

 

 

Tak bisa disangkal bahwa salah satu momen keindahan hidup adalah saat kita ‘laku’ dan akhirnya menggamit pasangan. Namun parade termonumentalnya adalah ketika kita dan pasangan kita bergeliat dalam gairah yang sama. Salah satunya adalah gairah nge-blog.  Tanpa memungkiri, melihat beberapa pasutri yang menghamparkan romantisme di ranah maya [tentu dalam konten yang tak berlebihan-pen], mau tak mau rasa cemburu uda terbit juga. Lalu tanpa pikir panjang, uda mulai merengkuh permaisuri untuk ikut serta jalan-jalan dalam arena menyenangkan bertitel blog. Segala daya dan upaya uda persembahkan dalam dialog via telechatting ini untuk merekrut permaisuri uda menjadi salah satu blogger. Dialog alot bin aneh ini akhirnya uda rasa layak menjadi bahan tulisan di kala uda dihimpit gejala hiatus.

***

Uda                 :     “Dik, coba liat blog ini, kelihatannya menarik. Dua sejolilah yang mengelolanya” uda kirimkan link blog tersebut

Permaisuri    :    “Iya, bagus kok blognya

Uda                 :     “Permaisuri juga nimbrung di blog Uda dong, sekali-sekali [menyumbangkan artikel –pen]

Permaisuri    :     “Hehe… Sebenarnya tujuan nulis di blog itu apa sih, Da?”

Uda                 :     “Menurut Permaisuri sendiri apa?

Permaisuri    :     “Ngga tau, makanya tanya ke Uda, Uda kan yang aktif ngeblog 😛

Uda                 :     “1. Pengembangan gaya papar.  2. Berbagi pengalaman. 3. Bisa memberi inspirasi dan motivasi juga   4. Silaturahim (empat alasan pertama ini masih masuk akal)Gimana kira-kira permaisuri, belum berminatkah? 😀

Permaisuri    :     “Belum berminat…hehe

Uda                 :     “5. menyenangkan suami (alasan yang penuh tekanan-hehe)..Masih tidak berminat?”, “6. Saling berdiskusi dengan lebih elegan.. masih belum tertarik?  “7. Diary gratis….  tidakkah menggairahkan?

Permaisuri    :     “Belum bisa menikmati, tidak pede

Uda        :               “8. Mengobati ketidakpedean (ketahuan banget kemampuan jual obatnya) …Cukup menjanjikan bukan?”

Permaisuri    :     “Gimana, kok bisa?

Uda                 :     “Uda juga dulu ngga pede awal-awalnya. Terus sekarang malah jadi over pede nih, hehe..

Permaisuri    :     “Tapi kalau Ani merasa terpaksa nanti, gimana?

Uda                 :     “O gitu, uda lupa ada satu lagi tujuan nge-blog.  9. Menempa pribadi menjadi person yang lebih “menyenangkan (pemaparan gaya politikus licin). Sekian dulu dan terima kasih…

Permaisuri    :     “🙂

Uda                 :     “Kok senyum?  Ada alasan yang bisa merubah pikirankah?   😀

Permaisuri    :     “Gak, belum..

Uda                 :     “Gedubrakkkkkkk….”

Permaisuri    :     “Hehehe..

***

Tak bisa dibantah betapa tidak enaknya gagal membujuk. Namun setelah mendengarkan alasan pamungkas permaisuri bahwa tidak semua orang punya waktu luang untuk menggores. Tidak semua orang memprioritaskan nge-blog diatas kegiatan urgen lainnya. Uda tersenyum. “Benar sekali dikau permaisuriku, uda akan dukung hobi-mu yang lain itu. Hobi yang amat mulia. Mudah-mudahan uda malah bisa  mengikuti hobi itu.

 *) Untuk seorang permaisuri yang cuma ingin menikmati tulisan uda tanpa ingin ikut mencorat-coretnya.

#di Sepasang Cangkir ini..

satu dari sepasang mug

satu dari sepasang mug

— 03 April 2011, 18.45 WIB

Uda pamit tanpa menjelaskan tujuan. Permaisuri uda cuma memandang heran. Lalu kembali bergelut manja dengan Hanifa. Keramaian hajatan Maulid Nabi telah menutup jalan raya, uda dan Scoopy terpaksa menyusuri lorong-lorong gang sempit. Meliuk-liuk menghindari lalu lalang kendaraan lain yang juga tersendat macet.

Uda sematkan gagang kaki Scoopy di tanah. Uda pandangi laboratorium cinta itu. Uda genggam tabung formula yang uda bawa. Isinya adalah virus-virus yang mampu melumpuhkan jenuh dan hambarnya asmara. Lalu petugas mengambil alih dan mulai meracik virus dari formula tadi. Butuh waktu agak lama, maka uda tinggalkan ia sejenak.

***

— 03 April 2011, 20.45 WIB

Lagi-lagi uda pamit secara misterius. Tiba di laboratorium, menunggu sebentar lalu dihulurkanlah barang pesanan uda. Sudah rapi dibungkus dalam dua kotak putih. Uda dekap puas bungkusan itu, lalu menghela Scoopy menerabas gelita.

Dalam perjalanan pulang, uda sempatkan singgah di laboratorium lain, untuk mendapatkan perekat ajaib dan sampul cantik. Uda dan Scoopy saling tatap dalam sukacita. Rencana kami akan berjalan sempurna. Besok pagi isi dalam kotak putih ini akan menciptakan semacam reaksi kimia pada calon korban kami. Bukan seperti teror bom yang menakutkan. Ini adalah sesuatu yang bisa membuat pipi memerah. Dan hati bergairah.

Uda rakit ketiga barang tadi dengan amat antusias. Sambil beberapa kali melirik permaisuri uda yang sudah lena dalam tidurnya. Rencana hebat ini tak boleh terendus dini. Bisa rusak semua efek dan gejala yang akan ditimbulkannya.

***

— 04 April 2011, 06.40 WIB

Uda berangkat setelah tangan uda dicium takzim oleh permaisuri dan Hanifa. Setelah meliuk merubah arah, masuk gerbang, melewati pintu, menaiki lift, dan akhirnya sampai di ruangan kerjanya, Uda letakkan barang rakitan tadi di meja kantor permaisuri uda.

***

Tak menunggu terlampau lama, reaksi yang uda nanti-nanti muncul, di monitor kerja uda, permaisuri menyapa via g-talk,

Jazakallah, Uda. Dag dig dug pas mau buka, kayak orang pacaran aja. dan obrolan mengalir sampai akhir…—

Ya, cangkir coklat itu dihiasi dua pose gambar uda dan permaisuri. Turut di dalamnya, uda sematkan kertas bertuliskan kalimat sederhana.

Mug ini ada sepasang, satu ada pada Uda. untuk terus mengikat memorimu pada Uda, pada “kita” makna tambahannya kira-kira begini;

Cangkir ini ada sepasang, satu disana dan satu pada Uda. Setiap mereguk minuman dari cangkir ini bayangkan bahwa kita juga sedang mereguk cinta. Sehingga cinta itu tak akan pernah terasa berkurang, namun akan selalu bertambah-tambah.

Disana. Di cangkir itu juga ada angka-angka yang harus selalu kami kenang, bak kode brankas cinta. Angka ‘404’, yaitu momentum kelahiran permaisuri uda. Lalu ‘313’, tanggal milad Uda. Dan terakhir disusul ‘307’, hari bersejarah bagi kami berdua. Hari dimana kami ‘jadian’.

***

*Semoga usia permaisuri yang tersisa bisa membawa barokah. Bagi diri permaisuri uda, uda, dan Hanifa. Tak lupa menjadi cahaya bagi semesta

“Gandeng-Gandengan”

*bahan utama tulisan (yang berwarna merah) berasal dari zawjatee

Banyak cara untuk menunjukkan cinta. Sebanyak jalan ke roma. Bisa dengan rayuan, sajak-sajak indah, kado istimewa, beragam corak bunga. Tapi kali ini ada satu cara yang tersimpan rapi dalam file perjalanan cinta uda dan permaisuri uda. Kami menyebutnya genggaman mesra. Saling bergandeng tangan. Menggamit erat bahagia. Membagi keceriaan dalam kebersamaan. Ada sedikit testimoni dari permaisuri uda, dikirimkan via email. Sebuah kesan manis darinya tentang kami saat bergandengan tangan.

TULISAN DARI PERMAISURI UDA:

Sesampai di tempat tujuan, terlihat ustadz yang akan mengajar kami masih di luar ruangan, pertanda pelajaran belum dimulai. Aku menunggu suami yang sedang memarkir motor untuk jalan bareng. Tiba-tiba dengan pede-nya Uda menggandeng tanganku. Sebenarnya memang sudah biasa seperti itu setiap kuliah akhir pekan. Di sepanjang lorong ma’had menuju kelas kami selalu bergandengan. Jadi inget lagu klasik, –sepanjang jalan kenangan, kita slalu bergandeng tangan- ;p . Tapi itu kan saat suasana sepi karena kami selalu datang terlambat, hehe. Kali ini beda, ini masih di halaman!! Aku tidak bisa dan tidak mau membayangkan perasaan tukang siomay, tukang parkir dan orang-orang yang -dengan tidak sengaja- melihat adegan itu.

Seketika ada debaran halus di hatiku. Persis debaran saat Uda memegang tanganku sepanjang jalan menuju kontrakan setiap kali aku menjemputnya dari stasiun Purwosari, Solo dulu. Juga dalam perjalanan menuju kostnya ketika tiba giliranku untuk mengunjunginya di Jakarta. Entah kenapa hatiku selalu berdebar, padahal kejadian itu sudah rutinitas tiap akhir pekan. Dan kali ini, mungkin karena baru saja ada nuansa dingin di antara kami, hingga hatiku membuncah gembira ketika Uda menggandeng tanganku. Itu artinya masa berantem kami memang benar-benar sudah berakhir. Alhamdulillah…

Memang dalam beberapa keadaan, kemesraan tidak selayaknya diumbar ke khalayak. Namun selama masih tidak berlebihan sepertinya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Junjungan kita, nabi Muhammad saw pernah bersabda, “Apabila pasangan suami istri berpegangan tangan, dosa-dosa akan keluar melalui celah-celah jari mereka”. Jadi membuat istri merona pipinya sekaligus menggugurkan dosa, tunggu apalagi?. 😀

EDISI#2: ‘MEMOAR EMPUNYA RUSUK YANG HILANG’

———— Special for Zawjatee ————

Kita berandai-andai bahwa jalan cerita roman Romeo & Juliet diubah secara ekstrem oleh penulisnya, Shakespeare’s. Sehingga kemudian dua sejoli ini akhirnya dapat hidup berdampingan. Sebagai suami dan istri. Namun jangan pernah membayangkan bahwa hari-hari mereka hanya akan diisi dengan puisi, bunga, dan zahir romantisme lainnya.Bisa saja dan sangat bisa, tiba-tiba tetangga sebelah mendengar makian dan piring pecah.

—————–

Kajian petang uda dan gerombolan uda masih akan mengupas kulit-kulit cinta. Kali ini buah yang kami kuliti adalah ‘rumah tangga’. Setelah uda buka dengan prolog tafsir singkat “Setangkai Kayu Bakar”, Kyai [guru ngaji-red] kami ikut nimbrung berceloteh penuh hikmah. Senyuman bersahajanya merebut perhatian kami sejenak. Lalu asam garam yang pernah beliau cicipi diuraikan pada kami dengan kalimat-kalimat syahdu teramat bijak. Tak ada kesan menggurui, ataupun sok pintar. Semuanya seperti cerita kisah. Mengalir begitu rapi tertata.

Bertengkar untuk Bahagia

Belum ada vaksin yang bisa melindungi rumah tangga secara sempurna dari konflik. Jadi tak perlu terlampau kaget saat mendapati pasangan yang sebelumnya begitu tampak sempurna di mata kita, tiba-tiba menjelma menjadi orang paling menjengkelkan, di kali lain. Ini sebenarnya bukan penyakit. Bagi yang berpikirian positif, bilang ia penyedap. Adapun yang berpikiran melankolis berpendapat bahwa itu adalah mekanisme. Amat manjur memancing peningkatan kemesraan antar-pasangan. Serta mengimunitas pasangan dari stagnasi hubungan yang bisa mengarah pada kejenuhan. Pola kemesraan dengan model begitu-begitu saja. Patut diingat, tak akan pernah bersua frase ‘kejenuhan’ dengan kosa kata ‘bahagia’.

Memori Cinta

Sosok sahabat luarbiasa berikut ini memberi contoh bahwa konflik itu bukan cela. Ia malah bisa mengasah kesyukuran. Pemutar memori akan luhurnya bakti istri. Dan kadang-kadang membina  kedewasaaan dan kematangan berpikir. Menempa suami menjadi lebih gagah dan mempesona.

——-  Suatu ketika kediaman sahabat, Umar ibnul Khaththab r.a. didatangi seorang laki-laki Badui. Lelaki ini berniat mengadukan kelakuan kurang terpuji pendamping hidupnya. Beberapa saat lamanya ia menunggu di depan pintu rumah Umar. Ia coba ketuk pintunya. Namun kemudian terdengar olehnya sesuatu yang amat mengejutkan. Dari dalam istri Amirul Mu`minin itu berbicara kepada suaminya nada kasar. Subhanallah, sungguh menakjubkan, seorang Umar yang berkepribadian keras dan tegas hanya diam. Amat tenang dan tidak menyahut. KLIK UNTUK MENIKMATI SECARA UTUH

EDISI#1: SETANGKAI KAYU BAKAR….

–coretan untuk Zawjatee…

Ikut hadir pula dalam rombongan pengajian sore uda kali ini, sejumput gorengan. Karena kesertaan gorengan, tak bijak rasanya bicara yang terlampau serius. Saat mulai lelah dan memerahnya langit ini, topik santai dan ringan pas sekali rasanya untuk dibincangkan.

————————-

Uda didaulat untuk menggantikan kawan rombongan yang semestinya memberi pencerahan kilat. Tak punya banyak pilihan topik, uda coba hidangkan tadabbur surat Al-Lahab. Kebetulan sekali, beberapa hari lampau, baru saja uda khatamkan bacaan tafsirnya.

Dari sekian ayat, satu ayat agak uda tekankan lama-lama. Terus terang terjemahnya menarik. Kata katanya ciamik. Maknanya teramat dalam dan cantik.

------------------------------------------------------------

Wamro-atuhu hammaalah al-hathob

Terjemahnya kira-kira begini: “Dan perempuannya (kekasih Abu Lahab-red) pembawa kayu bakar.”

Kawan-kawan yang gemar baca shiroh tak akan asing dengan nama ‘Ummu Jamil (Ibu yang cantik). Sebagaimana namanya, paras istri Abu Lahab ini memang cantik menawan. Ditambah tampilan parlentenya yang acap dikilau permata dan perhiasan-perhiasan mewah. Maka belum dibayangkanpun kita sudah terkagum dibuatnya.

Tapi sayang gambaran akhlak Ummu Jamil adalah kebalikan dari namanya. Tak hanya mengikut suaminya dalam membenci nabi teragung. Iapun juga punya nafsu besar untuk menyakiti Rasulullah shollallahu ‘alaihi wassalam. Mereka, Abu Lahab dan sekondannya, setali dua uang. Benar-benar serasi. Saling cinta dalam rumah kejahilan, berpelukan mesra dalam taman kebathilan dan sama-sama tertawa diatas ranjang kekufuran.

Maka lihatlah penggambaran sempurna Al-Qur’an tentang masa depan mereka. Yang juga adalah hikmah sepanjang masa untuk pasangan-pasangan di dunia. “Wamro-atuhu hammaalah al-hathob” Maka sebagaimana dukungan istrinya yang menambah kebahagiaan Abu Lahab dalam memusuhi nabi termulia, maka persis seperti itu pulalah nanti istrinya akan menambahkan baginya siksa Allah.

Potongan-potongan kayu yang dibawa Ummu Jamil itulah, yang akan menjadi seperti tangkaian bunga bagi Abu Lahab. Mereka bercumbu dengan kayu-kayu itu. Kayu-kayu yang menambah-nambah gejolak api sehingga kian menari-nari. Abu Lahab dan wanita pilihannya menikmati gelegak neraka entah dengan gelak tawa lagi atau tidak. Entahlah. Yang jelas. Kita berlindung dari cumbu rayu macam demikian di akhirat nanti. Na’udzubillahi min dzalika.

———————-

Tentu bagi uda dan gerombolan uda lebih menggoda kemesraan dengan tangkaian bunga ‘ibadah. Amat tak romantis rasanya melihat kekasih hati membawa-bawa kayu bakar kesana kemari. Duhai…. indah nian ditemani pendamping shalihah. Yang belum percaya dan ingin membuktikan, monggo…

LENONG HUJAN

Kisah menyungging senyum tak cuma muncul di arena lawak atau panggung komedi. Romansa itu hadir siang ini, saat hujan perlahan memeluk bumi dengan rintiknya. Dengan pemeran utamanya adalah permaisuri uda, yang kali ini tampil sangat melankolis, dengan payung ungu dan jaket abunya.

—-

dansa payung

Uda tatap keluar masjid, hujan seperti tak hendak berhenti. Masih turun dengan girangnya membawa kasih sayang dari Rabb-nya. Beberapa bapak yang beruntung membawa payung, sudah berlalu pulang. Timbul harapan permaisuri uda hadir bersama payung ungunya. Hujan rintik-rintik dan payung adalah pasangan serasi. Pasti, romantis sekali. Berdansa dibawah payung dengan latar irama rerintik hujan.

Uda gulung kelopak bawah celana setinggi betis. Lalu uda berlari menyibak gerimis. Di depan gang, uda kembali berteduh sejenak. Mengamati binar hujan yang mulai mereda.

—-

Permaisuri uda gelisah melihat payung masih berada di tempatnya. Diluar, bunyi hujan cukup deras untuk membuat suaminya [uda-red] kuyup. Dikenakannya jaket abu-abu milik uda. Setelah membentang payung ungu, ia berjalan menuju masjid demi menemui uda.

—-

Uda singgah di minimarket kecil depang gang kontrakan. Uda masuk dan mencari susu kedelai untuk permaisuri.Lalu beberapa saat setelahnya, bak adegan sinetron, permaisuri uda lewat di sebelah minimarket.  Selesai transaksi, uda menuju kontrakan menggenggam bungkusan berisi susu kedelai.

—-

Sampai di masjid, mata permaisuri uda menjelajah satu persatu, sandal yang parkir di teras masjid.  Ia tak melihat sandal uda disana. Lalu sejarah berulang. Persis serupa sebagaimana mama uda. Dulu, ketika uda  masih bergelut di SMA.  Menjelang malam dan uda belum pulang ke rumah, mama akan menelepon semua teman uda. Bagai orang hilang, uda dicari kesana kemari.

Permaisuri uda masih penasaran. Ia putuskan melangkah masuk ke dalam masjid. Celingak-celinguk sebentar. Lalu ia dihampiri seorang bapak yang sedari tadi heran melihat gelagatnya. “Ada apa, neng?” Permaisuri uda gelagapan. “Ini Pak, em..saya nyari suami saya” Bapak paruh baya kocak ini tertawa kecil mendengar pertanyaan polos itu. Dengan suara agak keras, ia menanyakan dengan nada canda pada teman-temannya di dalam masjid , “Ada yang merasa kehilangan istri, disini?”.

Jika ada yang tertawa, mudah-mudahan tidak seperti tawa uda saat mendengar cerita ini dari permaisuri uda ketika sudah sampai di kontrakan. Sebuah tawa yang juga disambut tawa oleh permaisuri uda. 🙂

Cinta dalam Dua Rantang

Mungkin beberapa sajian menu resto megah nan laris memang menang dalam kelezatan. Tapi bicara perkara sensasi, tak pernah akan ada yang bisa mengalahkan dua bekal dalam rantang Uda. Dua rantang yang bukan sekedar menggantung di pengait motor butut Uda. Tapi juga telah mengambil sebuah tempat di lubuk hati Uda. Sebuah tempat yang mengusik-usik rasa syahdu. Sebuah tempat dimana romantisme dan kerinduan mendalam bersemayam.

rantang cinta

#Menjemput Rantang Satu

Tigapuluh hari sekali. Secara rutin Uda melepas rindu pada seorang perempuan yang datang dari pesisir Bengkulu. Sepulang dari kantor, menjelang malam, Uda selalu menjumpainya di sebuah hotel di kawasan Pasar Baru. Lalu kami berbincang berdua saja. Obrolan dengan perempuan ini memang sangat mengasyikkan. Seru, liar dan sedikit lincah. Bagaimana tidak. Karakter kami berdua memang mendekati kembar. Uda dan perempuan berjilbab yang amat keras perjuangannya itu. Perempuan yang selalu Uda rindukan, namun tak pernah sanggup Uda senandungkan padanya. Karena lagi-lagi, kita juga sama dalam urusan ego. Bersepakat untuk jaim dalam menunjukkan rasa rindu kita. Uda dan dia terlalu enggan untuk bermellow-ria.  Uda dan kakak perempuan Uda itu.

***

Satu hal yang paling Uda nantikan dari kesinggahan Uni (kakak perempuan dalam bahasa padang) Uda ke Jakarta adalah sebuah rantang. Benda berbentuk kotak itu sebenarnya tak punya aura ghaib. Tidak pula amat berharga untuk layak diimpi-impikan. Ia juga tidak memiliki nilai historis sehingga harus disanjung-sanjung dengan kalimat sastra bersayap. Yang amat luarbiasa adalah apa yang disimpan oleh rantang itu didalam perutnya. Sepaket masakan hebat dengan bumbu racikan pilihan. Buah tangan perempuan yang paling Uda cintai. Masakan yang telah tersaji di hampir keseluruhan episode hidup Uda. Masakan yang dari semenjak mendengar kabar kedatangannya saja sudah bisa membuat Uda –selalu- meneruskan membaca lengkap artikel ini

Semarak Cinta, Kala Update Disambi Photocopy

* mengenang 365 hari semarak cinta, persembahan khusus untuk : Zawjatee, Esti Dwi Apriliani

Kisah cinta ini, Allah yang menuliskannya...

Termasuk strategi bodoh saat mengendarai kereta ekonomi adalah menempati tempat duduk kosong yang terlihat menggoda, cuma berbekal tiket tanpa duduk. Jadilah malam ini, uda habiskan dengan menggonti-ganti pose berdiri uda, layaknya model di panggung catwalk. Setelah beberapa menit sebelumnya diusir oleh si empunya bangku. Dingin angin malam meniup-niup pori-pori tubuh uda. Lembab dan menusuk. Menjadikan pasokan angin di dalam perut uda menjadi berlebih. Dan sobat, efeknya jelas, sendawa terus-menerus, yang amat menyiksa. Dan kemudian dilengkapi secara sempurna dengan serbuan amunisi gas bau yang berasal dari organ tubuh bagian bawah uda. Agar serangan itu tidak cuma menzolimi satu sasaran saja, beberapa kali uda coba bermanuver. Ke kiri kanan. Kemudian membalik seratus delapan puluh derajat posisi tubuh uda. Setidaknya malam itu masih tersisa perasaan simpati dan prihatin pada hati uda, yang pada saat itu sebenarnya juga amat patut dikasihani.

Menjelang tengah malam, kepala uda mulai pusing. Perut uda bergelut dengan rasa mual. Uda rasa ini karena Uda telah ceroboh ketika akan menempuh perjalanan jarak jauh. Bayangkan, uda berangkat cuma berbekal sarapan pagi. Dan malam ini sari-sari makanan tadi pagi yang telah lenyap entah kemana, tidak mampu menyuplai energi uda. Rasa lemas Uda semakin bertambah ketika mengingat apa yang akan uda hadapi besok. Tumpukan dokumen. Lembaran-lembaran kertas. Mesin photocopy. Dengan kondisi lelah macam ini tentu pemandangan itu menjadi momok bagi pikiran uda. Ya, menjadi beban. Sampai kemudian Uda mengingat satu kosa kata lagi. Kosa kata yang agak-agak beraroma asing. Update. Memperbaharui. Uda kesana tidak dalam rangka sekedar mempotokopi. Bukan untuk urusan seteknis itu.

Uda akan memperbaharui hubungan uda dengannya. Mengikatkan kembali memori-memori yang mungkin kemarin telah sedikit tercerai berai. Mengingatkan kembali calon mertua uda bahwa mereka punya calon menantu yang patut disyukuri untuk didapatkan. Seorang menantu yang mau bertanggungjawab. Bersedia menempuh perjalanan jauh ini demi memenuhi undangan mereka. Perjalanan ini juga sebagai penjelasan untuk calon permaisuri uda [Ani-red]. Bahwa uda sanggup melakukan ini untuknya. Meski dalam status yang masih lumayan menggantung ini. Uda hanya ingin rasa percayanya juga terbaharui. Keyakinan dalam hatinya terupdate, bahwa uda tak akan berpaling. Bahwa uda tetap akan komitmen pada janji khitbah uda (pinangan-red). Dengan tentu saja, juga memperbaharui kesan-kesan yang bisa menguatkan azzam uda untuk menggamit cintanya.

Mak Comblang yang Harus Bertanggungjawab

Di stasiun, sahabat sepuh uda menyambut bersama senyuman tipisnya yang teramat khas. Teman yang telah sejak lama menemani masa-masa lincah uda di perkuliahan itu, tersenyum seperti tanpa ekspresi. Ia kulum sendiri sesuatu yang ia rasa, tanpa ingin membaginya. Benar-benar cara rakus dalam menikmati sebuah momen indah. Tatapan matanya menjalari tiap buku-buku tubuh Uda. Lama dan iapun tersenyum dengan sudut bibir sedikit lebih memanjang namun tetap dalam keadaan tetap dikulum. Senyuman setelah membaca dengan lengkap